JAKARTA - Merujuk analisa Suaduon Sitorus dari Jaringan Petani Sawit Nasional, guna pemulihan harga TBS Sawit kedepan setidaknya perlu ada dua langkah yang bisa dilakukan pemerintah, pertama, melakukan normalisasi rantai pasar, lantaran selama ini buffer stok CPO, yang selalu menjadi delik alasan dengan munculnya beragam kebijakan itu, mengatasi hal tersebut maka caranya adalah dengan mencabut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) dan Flash Out (FO) dan Pungutan Ekspor (PE).
Lantas kedua, pemerintah harus memberikan insentif kepada para pelaku ekspor dengan melakukan pengurangan nilai Bea Keluar (BK). Saat ini yang dilakukan pemerintah bukan solusi yang tuntas lantaran dalam beleid PMK No. 115/2022, penghapusan PE hanya berlaku hingga 31 Agustus 2022, sementara per September 2022 akan diadakan kembali dan nilainya menjadi US$ 240.
Kata Suaduon, dengan beleid seperti itu akan semakin membahayakan lantaran selain ada penghapusan juga memastikan akan ada peningkatan pungutan lebih besar dari sebelumnya yang hanya mencapai US$ 200/ton menjadi US$ 240/ton.
“Ini akan memberikan respon kepada pengusaha dengan tidak menaikan harga TBS sawit, kami melihat ini adalah solusi banci, “ katanya dalam acara Perskon Persatuan Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI), yang difasilitasi InfoSAWIT, Rabu (20/7/2022) di Jakarta.
Lebih lanjut kata Suaduon, bagi petani sawit yang awam adanya penghapusan Pungutan Ekspor dianggap akan memberikan harapan. “Kami berharap asosiasi yang ada bisa memiliki satu visi perjuangan bersama dan menuntut keseriusan pemerintah dalam menghadapi masalah petani,” katanya.
Sementara, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Perjuangan, Alvian Rahman mengungkapkan, saat ini Harga TBS Sawit telah terdampak dan harganya menurun selama 3 bulan terakhir. “Petani sawit sudah ambruk karena kebijakan yang kurang tepat,” ungkapnya.
Saat diterapkan penghentian ekspor pada 28 April 2022, awal mula penurunan harga TBS Sawit petani yang sangat drastis, telah membuat pelaku usaha dan harga di tingkat bawah anjlok mengalami kepanikan serta berimbas pada aspek ekonomi petani, dimana banyak pihak yang menggantungkan hidupnya pada komoditi sawit.
Sebab itu kata Alvian, solusi nya adalah dengan melakukan ekspor CPO secara bertahap dimana stok di dalam negeri per Juli 2022 diperkirakan akan mencapai 8 juta ton. “Bila dilakukan ekspor secara sekaligus akan semakin membuat harga minyak sawit ditingkat global menurun,” katanya.
Termasuk melakukan evaluasi terhadap besaran Bea Keluar dan pungutan ekspor yang saat ini diterapkan. Lantaran belajar dari Negara lain, dalam kondisi ini mereka menerapkan pajak ekspor dengan nilai yang rendah misalnya Thailand hanya sekitar 7%, Malaysia 3%, Vietnam sebesar 13%, “sementara Indonesia justru menerapkan pungutan dan pajak sebanyak 60%,” tandas Alvian. (Admin-TB)
Sumber : https://www.infosawit.com